Tuesday, June 05, 2007

If You Want to Be Understood, Listen! (Lesson Learned from Babel)

Few weeks ago I finally managed to watch the movie Babel until the end (I bought the pirated DVD in Jakarta last year). This movie tells about peoples in different parts of the world, with different language, different problems that relates one another.

One thing that I felt negative about the movie is that it's another Hollywood-US made movie, where in the main characters, American is described in a positive manner while in a contrary to the other representation of the world. The good looking American Brad Pitt and Cate Blanchett are depicted as the hero and innocent victim. A middle aged women that working illegal in the US as a nanny, a man that kill a chicken sadistically by a manual strangulation, party like crazy, and drunk driving while carrying American children illegally across the border is the Mexican. A little boy that shoots a bus and finally injured an American to test a rifle gun that supposed to be used to protect their cattle, a father who hits his children, police officers that brutally tortured people to get confessions, the government that panicly putting security measures afraid allegation of reference to terrorism by the US are the Moroccan (Arabs). A father that neglect his deaf mute daughter, and a rebellious difabled teenager who take off her panty in a fast food restaurant to get the opposite sex's attention, also to appear in full nudity in the front of a police officer to seduce him to have sex with her are Japanese. And I absolutely object with this scene, how the film maker can put an underaged in such manner (an Asian girl!).

The tagline of the movie is "if you want to be understood, listen". It seems like trying to explain that bad things happen to people's lives due to their inablity to meaningfully communicate with each other, even when they speak the same language.

The word Babel is mentioned in the Bible, Genesis 10:10 as the home city of Nimrod. According to Genesis 11:1-9, mankind that survive after the deluge (the big flood in the history of Prophet Noah), traveled from the mountain where the giant ark had rested, and settled in 'a plain in the land of Shinar' (or Senaar). Here, they work together attempted to build a city and a tower whose top might reach unto Heaven, the Tower of Babel. The attempt to build the Tower of Babel had angered God who, in his anger, made each person involved speak a different language which ultimately halted the project and scattered and disconnected the people across the planet. “Therefore is the name of it called Babel (confusion); because the Lord did there confound the language of all the earth: and from thence did the Lord scatter them abroad upon the face of all the earth” (Genesis 11:9).

The destruction is not described in Genesis, but is mentioned in the Book of Jubilees. An interpretive account of the story explains the tower's destruction in terms of humankind's deficiency in comparison to God: within a religious framework, humankind is considered to be an inherently flawed creation dependent on a perfect being for its existence, and thus the construction of the tower is a potentially hubristic act of defiance towards the God who created them. As a result, this story is sometimes used within a religious context to explain the existence of many different languages and races. (Source: Wikipedia)

In Islamic perspective, the diversity of race, skin colours and languages are signs of Allah’s power. “And among His Signs is the creation of the heavens and the earth, and the difference of your languages and colours. Verily, in that are indeed signs for men of sound knowledge” (surah Ar Ruum [Rome] (30): 22). In another article in the Quran (which I embarassly forgot which one) it says that Allah create human beings in many varieties with different minds, tribes, customs, even religions so that they could know each other. This is quite confusing but at the same time amazing and make more sense to me. Allah with His powers could create all human beings in the same form, with the same language, custom and tradition, even sexual orientation and religion but Allah didn’t do it.

In reality human beings tends to relate with people with whom they have similarities, in the contrary they will minimize the the relation, even in conflict with people different from them. "Know" is not simply enough, but it has something to do with "understanding" and "tolerance". These things don’t happen spontaneously, but one must have a willingness to listen to the other, to understand what other people meant by words or an act, signs ore gestures. Maybe the tagline is right that if only everyone in that movie is able to effectively communicate with respect to each other, none of those disasters will happen. But as the scripture says, only the human being that uses their mind may understand and take lesson of anything that happen in their life.

1 comment:

Anonymous said...

Maaf.... sebelumnya saya minta ijin untuk berkomentar. Sejujurnya saya tidak sengaja "menemukan" blog anda dan saya langsung tertarik untuk mebacanya satu-persatu dari awal ( meskipun terus terang saya lewati yang berbahasa Inggris ). Yang terbersit pertama kali saya bisa tangkap adalah saya langsung dapat kesan - ini orang pinter banget, dan berikutnya ada semacam apa yah... sedikit iri mungkin tapi terus terang ( demi Allah ) bukan karena anda perempuan tapi karena saya lihat di profil dan tulisan-tulisan anda menjelaskan kalau anda "baru" berumur 26 tahun.... saya langsung flashback dan mencoba mengingat apa yang sudah saya perbuat pada usia 26 tahun.... he...he... saya jadi malu sendiri.

Saya gak akan berargumen dengan anda karena saya sadar saya akan langsung kalah bahkan sebelum sempat saya mengucapkan kalimat pertama... cuma gimana yah... apa ini pandangan stereotip para feminis dalam hal melihat lelaki, perkawinan dan rumah tangga... kok kayaknya selalu saja gak ada yang bener.

Bukanlah suatu hal yang bijak dengan meng-generalisasi kasus-per kasus sebagai suatu keniscayaan, contohnya KDRT... selalu dan selalu berulang-ulang diposisikan perempuan sebagai korban.

Terus terang saya pribadi selalu berpikiran semua orang adalah sama... laki atau perempuan sama-sama berpeluang menjadi monster dengan kekejaman yang seimbang. Coba anda bikin survey kecil-kecilan ( atau mungkin ini bukan level anda ? ). Tanyakan pada anak kecil dimana saja di seluruh dunia dengan pertanyaan " Siapa yang paling galak / keras di rumah ? ayah atau ibu ? " atau " siapa yang paling sering mencubit, memukul, marah-marah... ayah atau ibu ? ".
Mungkin ini terlalu sederhana bagi anda... tapi kalau anda rajin mengikuti berita terutama di Indonesia, akan akan lihat siapa yang yang paling banyak melakukan pembunuhan ( saya tidak menggunakan istilah aborsi )baik tidak langsung (sebelum lahir ) atau langsung ( ketika/setelah bayi lahir ) dengan cara membekap, mencekik, membuang di tempatsampah, menenggelamkan, mencincang bahkan membakar ? ....who ?

Oke... ada jawaban bahwa pangkal muara persoalan tetap kembali ke laki-laki karena mereka lari dari tanggung jawab. Tapi masalahnya pada waktu kegiatan "membuat anak" apa laki-laki sendirian yang melakukannya... saya bertaruh - Tidak ! saya yakin para perempuan itu dengan sadar, sukarela dan sukacita melakukannya ( kecuali untuk kasus perkosaan atau penodaan, saya gak akan berkomentar ).
Kalau anda bilang bahwa dalam setiap hubungan laki-perempuan harus tidak ada dominasi, harus ada kesetaraan.. bahwa masing-masing dari mereka punya hak dan kewajiban yang sama dan sederajat, lalu dengan kalimat apa kita membenarkan ketidak tanggung jawaban laki-laki sebagai ayah dari seorang bayi dibalas dengan ketidak tanggung jawaban yang sama dari perempuan yang menjadi ibu bayi itu ?

Saya anak dari sepasang suami dan istri.... sepanjang pengetahuan saya sejak kecil sampai sekarang, dalam rumah kami adalah ibu yang paling keras tidak saja pada anak-anaknya tapi juga pada ayah saya ( bahkan kalau boleh saya katakan ayah saya hidup dibawah bayangan ibu ), namun demikian ayah saya adalah teladan moral terbaik bagi saya dan adik saya bertiga.
Saya adalah menantu dari sepasang suami istri, meski tidak mengenal dengan baik mereka berdua karena ayah mertua saya keburu meninggal setahun yang lalu. Tapi saya tahu persis bahwa hampir semua kendali rumah tangga ada di tangan ibu mertua, mungkin ini karena ayah mertua saya adalah tentara yang lulusan SD sementara istrinya adalah perawat lulusan SMA. Tapi istri saya justru paling dekat dengan ayahnya... why ?
Dan saya juga adalah seorang suami dari seorang perempuan ( jangan bilang siapa-siapa yah ?! )karena ini rahasia... tapi tahu tidak anda kalo saya justru selalu jadi "kalah-kalahan"... kalau tidak percaya tanyakan keluarga saya atau tanyakan keluarga pihak istri saya... yang pernah suatu saat istri saya dibentak oleh adiknya (perempuan) "Yun...kamu mbok jangan keras-keras sama suamimu !"

Kasihan memang teman-teman anda yang "rela" mengalah atas karir, peluang, pendidikan dan masa depan demi suami atau atas nama perkawinan atau keluarga. Tapi saya tidak apa-apa tuh sejak setahun lalu ditinggal istri saya sekolah lagi di lain kota di lain propinsi ( saya di Jawa Timur, istri saya di Jawa Tengah )malah ketika istri saya ditawari sekolah lagi karena prestasinya yang bagus dan akan diusahakan jalan untuk mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Australia, saya mendukungnya 100% ( kecuali dalam hal biaya, karena selama ini saja saya merelakan separuh gaji untuk biaya istri, belum termasuk susu dan gaji pembantu, padahal saya hanya PNS golongan III dengan gaji 1 juta lebih sedikit ).

SETUJU !!! kalau anda bilang budaya patriarkilah yang menyebabkan para perempuan selalu jadi korban dalam KDRT. Tapi apa anda akan juga sepakat bahwa karena budaya yang samalah suami-suami tiarap dibawah penindasan istrinya.... Haaa apa kata dunia nanti ?! lanang kok kalah karo babon ? atau laki kok kalah dari babon ( ini saya dengar sendiri dari mulut laki-laki yang saya tahu persis anggota ikatan suami takut istri )... he..he... untuk yang satu ini juga terjadi apa yang disebut fenomena gunung es...

Lagipula kalau mau jujur... kita harus sadar bahwa kita memang tidak tinggal di dunia yang ideal. Kalau anda memang perduli pada nilai-nilai kemanusiaan, saya ingin fokus anda bukan cuma pada perempuan karena dalam hidup ini laki-laki juga bisa menjadi korban. Sudahkah anda perduli tentang Kekerasan Dalam Sekolah, Kekerasan Dalam Dunia Kerja, Kekerasan Di Jalanan, Kekerasan Dalam Industri.... dsb.

PERKAWINAN.... bagi saya mungkin mirip sebuah gua yang harus kita masuki tanpa kita tahu apakah ada jalan keluar disana, indah di dalamnya atau justru lorong sempit tak berujung atau justru sungai bawah tanah yang akan menenggelamkan kita. Saya sendiri tidak kenal istri saya sebelum menikah... ibu saya cuma bilang begini karena beliau melihat gelagat saya tidak segera memperkenalkan calon menantu kepadanya... " ibu kenalkan kamu sama mahasiswa ibu ya ?"... saya bilang ... "boleh"... ya sudah saya dikenalkan, sekali saling menilai, kedua ketika saya bilang oke maka orang tua saya melamar dan ketiga tau-tau kami sudah menikah. Alhamdulillah sekarang sudah berjalan 3 tahun dengan hasil seorang anak yang lucu dan cerdas mirip ibunya. Apakah kami bahagia ? jawabanya mungkin sama relatifnya dengan jawaban orang paling kaya di dunia ketika ditanya apakah ia bahagia dengan kekayaannya. Tapi yang jelas saya selalu merasa kehilangan, limbung dan sedikit seperti orang yang tidak punya arah, saya lebih suka kelaparan dan mengirimkan sisa uang terakhir yang saya punya setelah istri saya mengeluh kehabisan uang.

Di masa depan apa akan tetap demikian ? Tidak ada yang tahu masa depan, tidak saya yang sudah menikah atau anda yang memilih menunda menikah, tidak seorang pun tau akhir dari masa depan. Yang saya tahu saya memulainya dengan baik maka sebisa mungkin saya akan menyelesaikannya dengan baik pula, perkara ditengah jalan ada satu dan lain hal yang diluar perkiraan itu soal lain. Saya, anda dan semua orang di dunia hanya menjalani hidup dan berusaha untuk menyelaraskannya, soal hasil bukan urusan saya karena saya percaya pada Tuhan....

Yang terakhir, meski saya tahu persis anda lebih pintar dari saya tapi saya lebih tua dari anda jadi saya merasa berhak 'menang' dari anda soal pengalaman hidup.Terlahir dari keluarga kelas menengah yang santri priyayi tidak membuat saya mulus dan lancar menjalani hidup, saya sejak kecil punya kecenderungan melawan arus dan anti kemapanan. Saat tahun 70 an dan orang tua saya menjadi pemilik satu-satunya lemari es di kampung, saya tidak melihatnya sebagai kemewahan tapi melihatnya sebagai alat produksi, maka jadilah saya pedagang es lilin keliling kampung dengan resiko cambukan ibu dibadan.Jadi joki merpati, jadi penjual kartu pos bergambar di saat lebaran dan tahun baru di emper toko, meningkat jadi pengamen yang menjelajahi hampir seluruh kota di Jawa Timur saat SMA, ikut tarekat dan jadi mursyid yang mengembara untuk syi'ar saat kuliah dan tidak sampai satahun berikutnya sudah bikin band dengan aliran metal lengkap dengan pernak-pernik satanismenya. Ikut demo sebelum dan seudah kejatuhan orde baru dengan kenang-kenangan 6 jahitan di pelipis kiri karena dipopor aparat. Minggat dan jadi kuli tukang tabur pasir pengaspalan jalan di pelosok jawa tengah, ikut pelayaran dan terdampar di malaysia jadi pendatang haram lalu tidak sampai setahun sudah ada di korea selatan dan jadi TKI di sana selama 4 tahun dan setelah kembali siap sangka saya malah jadi pegawai negeri ?

" Ah cuma segitu, tidak hebat-hebat amat dan lagipula apa urusannya dengan saya ? " mungkin itu di benak anda ketika saya menyombongkan diri tentang sedikit kehidupan saya. Tapi jujur saja... dari semua apa yang telah saya jalani, dari semua pertanyaan yang saya cari.... saya menemukan bahwa sebanyak apapun kita bergaul dan mengenal orang pada akhirnya kita akan kembali sendiri.... sebaik apapun kita berusaha menjadi seperti seseorang, suatu saat kita akan kembali jadi diri sendiri.... dan sejauh apapun kita melangkah pergi, pada akhirnya hanya satu tempat kita kembali... ke rumah.... ke keluarga....

Sekian dari saya, senang berkenalan dengan anda. Jika ada kata dalam tulisan saya yang tidak berkenan bagi anda, harap dimaafkan dan maklum.... saya hanya orang biasa yang kebetulan saja nyasar dan menemukan web log anda. Salam.... Allah bless you